Dukungan Project Based Learning

a. Dukungan PjBL secara teoritis
Pendekatan pembelajaran saat ini diarahkan pada pembelajaran konstruktivistik, yang cenderung memberikan pengalaman mendalam dengan memberikan kesempatan pada peserta didik menggunakan aktivitas inkuiri, nyata dan berkaitan dengan kehidupan peserta didik. Teori belajar konstruktivistik bersandar pada ide bahwa peserta didik membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri. PjBL dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong peserta didik mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal.
PjBL merupakan model pembelajaran yang berpijak pada teori belajar konstruktivisme. Strategi pembelajaran yang menonjol dalam pembelajaran konstruktivis antara lain adalah strategi belajar kolaboratif, mengutamakan aktivitas peserta didik daripada aktivitas guru, mengenai kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan, studi kasus, pemecahan masalah, panel diskusi, diskusi, brainstorming, dan simulasi. Beberapa dari strategi tersebut juga terdapat dalam PjBL, yaitu (a) strategi belajar kolaboratif, (b) mengutamakan aktivitas peserta didik daripada aktivitas guru, (c) mengenai kegiatan laboratorium, (d) pengalaman lapangan, (e) dan pemecahan masalah. PjBL juga mendorong peserta didik mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung (Kamdi, 2007).
Konstruktivisme adalah teori belajar yang bersandar pada ide bahwa peserta didik mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam konteks pengalaman mereka sendiri. Pembelajaran konstruktivistik berfokus pada kegiatan aktif peserta didik dalam memeroleh pengalaman langsung (“doing”), ketimbang pasif “menerima” pengetahuan. Dari sudut pandang konstruktivis, belajar bukanlah murni fenomena stimulus-respon sebagaimana dikonsepsikan para behavioris, akan tetapi belajar adalah proses yang memerlukan pengaturan diri sendiri (self-regulation) dan pembangunan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi. Kegiatan nyata yang dilakukan dalam proyek memberikan pengalaman belajar yang dapat membantu refleksi dan mendekatkan hubungan aktivitas dunia nyata dengan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan akan dapat berkembang lebih luas dan lebih mendalam. PjBL mendasarkan pada aktivitas dunia nyata, berpotensi memperluas dan memperdalam pengetahuan konseptual dan prosedural, yang pada khasanah lain disebut juga knowing that dan knowing how.
Bagian-bagian dari prinsip belajar konstruktif seperti belajar yang berorientasi pada diskoveri, kontekstual, berorientasi masalah, dan motivasi sosial juga menjadi bagian-bagian prinsip PjBL. Strategi belajar kolaboratif yang diposisikan amat penting dalam PjBL juga menjadi tekanan teoretik belajar konstruktif. Strategi belajar kolaboratif tersebut juga dilandasi oleh teori Vygotsky tentang Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky merekomendasikan adanya level atau zona, di mana peserta didik dapat lebih berhasil tetapi dengan bantuan partner yang lebih bisa atau berpengalaman.
Vygotsky mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara tingkat perkembangan aktual seperti ditunjukkan oleh kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dengan tingkat perkembangan potensial seperti ditunjukkan oleh kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih.
Prinsip kontekstual yang menjadi karakteristik penting dalam PjBL, diturunkan dari ide dasar teori belajar konstruktivistik. Para konstruktivis mengatakan bahwa belajar adalah proses aktif membangun realitas dari pengalaman belajar. Bagaimana pun, belajar tidak dapat terlepas dari apa yang sudah diketahui peserta didik dan konteks di mana hal tersebut. Atas dasar keyakinan tersebut direkomendasikan bahwa pembelajaran perlu diletakkan dalam konteks yang kaya yang merefleksikan dunia nyata, dan berhubungan erat dengan konteks di mana pengetahuan akan digunakan. Singkatnya, pembelajaran perlu otentik.
PjBL juga merupakan model yang menciptakan lingkungan belajar yang realistik, dan berfokus pada belajar memecahkan masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata. PjBL juga didukung oleh teori belajar eksperiensial. Peserta didik mengendalikan belajarnya sendiri, mulai dari pengidentifikasian masalah yang akan dijadikan proyek sampai dengan mengevaluasi hasil proyek. Guru berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan partner belajar. Tema proyek yang dipilih juga bersifat interdisipliner, karena mengandung unsur berbagai disiplin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dalam proyek yang dikerjakan itu.
Apa yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah pengalaman-pengalaman sensoris sebagai dasar belajar. Ditegaskan oleh John Dewey bahwa pengalaman adalah elemen kunci dalam proses pembelajaran. Makna dari berbagai pengalaman adalah sebuah hubungan yang saling tergantung antara apa yang dibawa oleh peserta didik dalam situasi belajar dan apa yang terjadi di dalam situasi itu. Berdasarkan pengetahuan yang diturunkan dari pengalaman sebelumnya, pada pengalaman baru orang membangun pengetahuan baru. Kerja proyek dapat dipandang sebagai proses belajar memantapkan pengalaman yang belum mantap, memperluas pengetahuan yang belum luas, dan memperhalus pengetahuan yang belum halus.
Berdasarkan teori-teori belajar konstruktivistik di atas, maka PjBL dapat disimpulkan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai lingkungan belajar:
(1) otentik-kontekstual, yang akan memperkuat hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya;
(2) mengedepankan kemandirian peserta didik (self-regulation) dan guru sebagai pembimbing dan partner belajar, yang akan mengembangkan kemampuan berpikir produktif;
(3) belajar kolaboratif, yang memberi peluang peserta didik saling membelajarkan yang akan meningkatkan pemahaman konseptual maupun kecakapan teknikal;
(4) holistik dan interdisipliner;
(5) realistik, berorientasi pada belajar aktif memecahkan masalah riil, yang memberi kontribusi pada pengembangan kecakapan pemecahan masalah; dan
(6) memberikan reinforcementintrinsik (umpan balik internal) yang dapat menajamkan kecakapan berpikir produktif.

b. Dukungan PjBL secara empiris
PjBL dirancang supaya peserta didik melakukan penyelidikan untuk mengetahui hal yang kompleks, bukan untuk mengetahui informasi faktual semata. Penerapan PjBL telah menunjukan bahwa model tersebut sanggup membuat peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, yaitu pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan faham konstruktivisme. Peserta didik diberi kesempatan untuk menggali sendiri informasi melalui membaca berbagai buku secara langsung, membuat presentasi untuk orang lain, mengomunikasikan hasil aktivitasnya kepada orang lain, bekerja dalam kelompok, memberikan usul atau gagasannya untuk orang lain dan berbagai aktivitas lainnya. Semuanya menggambarkan tentang bagaimana semestinya orang dewasa belajar agar lebih bermakna.
Dari berbagai sumber, Kamdi (2007) memaparkan sejumlah keuntungan dari PjBL berikut ini.
1). Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang PjBL banyak yang menyatakan bahwa peserta didik tekun bekerja dan berusaha keras untuk belajar lebih mendalam dan mencari jawaban atas keingintahuan dan dalam menyelesaikan proyek. Guru melaporkan perkembangan dalam kehadira  peserta didik dan berkurangnya keterlambatan mereka, serta peserta didik lebih tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Peserta didik melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun (menyenangkan).
2). Meningkatkan kemampuan berpikir. Hal tersebut disebabkan bajwa laporan PjBL tidak hanya berdasar informasi yang dibaca saja, tetapi peserta didik juga mengembangkan masalah, mencari jawaban, dan berkolaborasi, untuk memecahkan masalah yang relevan dengan kenyataan sebenarnya.
3). Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Banyak sumber yang menjelaskan bahwa lingkungan belajar berbasis proyek membuat peserta didik menjadi lebih aktif memecahkan permasalahan-permasalahan yang kompleks. Peserta didik mempunyai pilihan untuk menyelidiki topik-topik yang berkaitan dengan masalah dunia nyata, saling bertukar pendapat antara kelompok yang membahas topik yang berbeda, mencari pengetahuan dari berbagai sumber, mengambil keputusan dan mempresentasikan proyek atau hasil diskusi mereka. Hal tersebut juga mengembangkan keterampilan kognitif tingkat tinggi peserta didik.
4). Meningkatkan kecakapan kolaboratif. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan peserta didik mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. PjBL merupakan merupakan ajang kesempatan berdiskusi yang baik bagi peserta didik, melatih penemuan langsung peserta didik terhadap masalah dunia nyata, memberi mereka kesenangan dalam pembelajaran dan dapat dijadikan strategi mengajar yang efektif. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa peserta didik akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif.
5). Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi peserta didik yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. PjBL yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. Ketika peserta didik bekerja di dalam tim, mereka belajar untuk mempelajari keterampilan merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat kesepakatan tentang tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan.
PjBL juga dapat meningkatkan keterampilan peserta didik khususnya kinerja ilmiah dalam merancang proyek sebagai refleksi antara teori dan praktek dalam pembelajaran. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya maupun di tempat kerjanya kelak.

Sumber : buku k13 IPA kelas VIII

0 Response to "Dukungan Project Based Learning"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel