Dukungan Problem Based Learning
a. Dukungan PBL secara teoritis
PBL tidak banyak berfokus pada apa yang dikerjakan peserta didik (perilaku peserta didik) tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) selama mereka mengerjakannya. Arends (2008) melacaknya dari tiga aliran pikiran teori belajar, yaitu Dewey dan kelas berorientasi masalah; Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme; dan Bruner dan discovery learning.
1). Dewey dan kelas berorientasi masalah
Menurut Arends (2008), PBL berakar dari gagasan Dewey tentang pendidikan, bahwa sekolah mestinya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Dewey menganjurkan kepada guru untuk mendorong peserta didik terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Pembelajaran di sekolah seharusnya memiliki manfaat yang jelas dan tidak abstrak saja dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik yang merupakan pilihan mereka sendiri. Visi dari pembelajaran adalah yang bermanfaat nyata dan berpusat pada peserta didik, didukung keingintahuan peserta didik untuk mengeksplorasi situasi yang berarti bagi peserta didik.
2). Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Arends (2008) juga menjelaskan bahwa PBL dilandasi oleh konsep konstruktivisme yang dikembangkan Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Dalam penjelasannya tentang bagaimana perkembangan intelektual pada anak kecil, Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka mengenai lingkungan yang mereka hayati. Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan memeroleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Sementara itu pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu. Di atas pandangan konstruktivis-kognitif inilah PBL dikembangkan. Pandangan ini lebih lanjut mengemukakan bahwa peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis namun secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat peserta didik menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka. Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi di mana anak secara mandiri melakukan eksperimen, dalam arti mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda atau simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang mereka temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang lain, dan membandingkan temuannya dengan temuan anak lain.
Lev Vigotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang telah dimilikinya untuk membangun pengertian baru. Keyakinan Vigotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang didahului oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya, sedangkan Vigotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vigotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
3). Bruner dan discovery learning
Jerome Bruner, seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard mengemukakan teori pendukung penting dalam pendidikan yang dikenal dengan pembelajaran penemuan, yaitu satu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi.
Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya pengetahuan peserta didik tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan peserta didik. Ketika pembelajaran penemuan diterapkan, pembelajaran ini menekankan penalaran induktif dan proses-proses inkuiri yang merupakan ciri dari model ilmiah. PBL pada intinya adalah melakukan proses inkuiri itu. PBL juga berdasarkan konsep lain dari Bruner yaitu scaffolding. Scaffolding adalah suatu proses belajar di mana seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
PBL merupakan salah satu model dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Pendekatan ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik serta mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, dan bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Peranan guru adalah membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya, tidak hanya sekedar memberikan materi.
b. Dukungan PBL secara empiris
Tujuan utama PBL menurut Sonmez dan Lee (2003) adalah bahwa pembelajaran bukan hanya untuk memeroleh pengetahuan melainkan juga untuk memberdayakan kapabilitas atau kemampuan. Efektifitas PBL tergantung pada kealamiahan ketertarikan peserta didik dan budaya kelas, serta kelayakan tugas yang dibebankan pada peserta didik. Penggagas PBL yakin bahwa apabila peserta didik mengembangkan prosedur pemecahan permasalahan mereka sendiri, mereka akan mengintegrasikan pengetahuan konseptual dengan ketrampilan prosedural mereka. PBLdirancang tidak untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, namun PBL lebih diarahkan untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peranan orang dewasa melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan agar menjadi peserta didik yang mandiri (Arends, 2008)
Woods (1996) menyatakan bahwa PBL berdaya guna dalam pembelajaran karena beberapa alasan. Pertama, PBL memacu peserta didik mempelajari prinsip-pinsip dasar suatu subyek (pengetahuan) yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Pengetahuan tersebut dipelajari dengan cara yang berbeda dibanding pembelajaran ‘tradisional’, dan hal ini akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengingat dan menggunakan pengetahuan tersebut. Kedua, PBL menawarkan kesempatan untuk praktik, menggunakan, (dan mungkin juga mengembangkan) berbagai ketrampilan proses seperti pemecahan masalah, ketrampilan interpersonal, ketrampilan kelompok; kemampuan mengatasi perubahan, ketrampilan belajar mandiri, dan kemampuan mengasses diri sendiri. Ketiga, PBL dapat meningkatkan berbagai prinsip pembelajaran seperti aktif, bekerjasama, cepat memberi umpan balik, dan lainnya.
Smith (1995) mengungkap keuntungan PBL. Menurutnya, PBL memberi kesempatan pada peserta didik untuk memanfaatkan pengetahuan yang telah dimilikinya selama mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan evaluasinya melalui analisis terhadap permasalahan dunia nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa PBL menekankan pada pengembangan ketrampilan berpikir dan kemampuan kognitif peserta didik. Peserta didik yang terlibat dalam PBL terbukti lebih sering memanfaatkan perpustakaan dan sumber-sumber informasi lainnya untuk mendukung pembelajarannya. Peserta didik memiliki ketrampilan belajar mandiri, yang merupakan bekal untuk belajar lebih lanjut. PBL membelajarkan peserta didik untuk memiliki pendekatan yang lebih holistik, lebih siap mengintegrasikan informasi baru, beradaptasi terhadap perubahan dan bekerjasama dalam tim. Secara umum PBL meningkatkan keinginan peserta didik untuk belajar dan mengembangkan kompetensinya.
Berdasar hasil kajian Yazdani (2002), Nur (211) merinci hasil-hasil PBL berikut ini.
(1) Keterampilan-keterampilan pemecahan masalah.
(2) Keterampilan-keterampilan belajar yang diarahkan oleh diri sendiri. (
3) Kemampuan menemukan dan menggunakan sumber daya yang sesuai.
(4) Berpikir kritis.
(5) dasar pengetahuan yang dapat diukur.
(6) Kemampuan kinerja.
(7) Keterampilan-keterampilan sosial dan etika.
(8) memenuhi kebutuhan diri sendiri dan memotivasi diri sendiri.
(9) Terampil menggunakan komputer.
(10) Keterampilan-keterampilan kepemimpinan.
(11) Kemampuan bekerja dalam tim.
(12) Keterampilan-keterampilan komunikasi.
(13) Berpikir proaktif.
(14) Kemampuan-kemampuan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Sumber : buku k13 IPA kelas VIII
PBL tidak banyak berfokus pada apa yang dikerjakan peserta didik (perilaku peserta didik) tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) selama mereka mengerjakannya. Arends (2008) melacaknya dari tiga aliran pikiran teori belajar, yaitu Dewey dan kelas berorientasi masalah; Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme; dan Bruner dan discovery learning.
1). Dewey dan kelas berorientasi masalah
Menurut Arends (2008), PBL berakar dari gagasan Dewey tentang pendidikan, bahwa sekolah mestinya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Dewey menganjurkan kepada guru untuk mendorong peserta didik terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Pembelajaran di sekolah seharusnya memiliki manfaat yang jelas dan tidak abstrak saja dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik yang merupakan pilihan mereka sendiri. Visi dari pembelajaran adalah yang bermanfaat nyata dan berpusat pada peserta didik, didukung keingintahuan peserta didik untuk mengeksplorasi situasi yang berarti bagi peserta didik.
2). Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Arends (2008) juga menjelaskan bahwa PBL dilandasi oleh konsep konstruktivisme yang dikembangkan Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Dalam penjelasannya tentang bagaimana perkembangan intelektual pada anak kecil, Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka mengenai lingkungan yang mereka hayati. Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan memeroleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Sementara itu pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu. Di atas pandangan konstruktivis-kognitif inilah PBL dikembangkan. Pandangan ini lebih lanjut mengemukakan bahwa peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis namun secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat peserta didik menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka. Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi di mana anak secara mandiri melakukan eksperimen, dalam arti mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda atau simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang mereka temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang lain, dan membandingkan temuannya dengan temuan anak lain.
Lev Vigotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang telah dimilikinya untuk membangun pengertian baru. Keyakinan Vigotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang didahului oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya, sedangkan Vigotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vigotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
3). Bruner dan discovery learning
Jerome Bruner, seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard mengemukakan teori pendukung penting dalam pendidikan yang dikenal dengan pembelajaran penemuan, yaitu satu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi.
Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya pengetahuan peserta didik tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan peserta didik. Ketika pembelajaran penemuan diterapkan, pembelajaran ini menekankan penalaran induktif dan proses-proses inkuiri yang merupakan ciri dari model ilmiah. PBL pada intinya adalah melakukan proses inkuiri itu. PBL juga berdasarkan konsep lain dari Bruner yaitu scaffolding. Scaffolding adalah suatu proses belajar di mana seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
PBL merupakan salah satu model dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Pendekatan ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik serta mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, dan bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Peranan guru adalah membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya, tidak hanya sekedar memberikan materi.
b. Dukungan PBL secara empiris
Tujuan utama PBL menurut Sonmez dan Lee (2003) adalah bahwa pembelajaran bukan hanya untuk memeroleh pengetahuan melainkan juga untuk memberdayakan kapabilitas atau kemampuan. Efektifitas PBL tergantung pada kealamiahan ketertarikan peserta didik dan budaya kelas, serta kelayakan tugas yang dibebankan pada peserta didik. Penggagas PBL yakin bahwa apabila peserta didik mengembangkan prosedur pemecahan permasalahan mereka sendiri, mereka akan mengintegrasikan pengetahuan konseptual dengan ketrampilan prosedural mereka. PBLdirancang tidak untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, namun PBL lebih diarahkan untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peranan orang dewasa melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan agar menjadi peserta didik yang mandiri (Arends, 2008)
Woods (1996) menyatakan bahwa PBL berdaya guna dalam pembelajaran karena beberapa alasan. Pertama, PBL memacu peserta didik mempelajari prinsip-pinsip dasar suatu subyek (pengetahuan) yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Pengetahuan tersebut dipelajari dengan cara yang berbeda dibanding pembelajaran ‘tradisional’, dan hal ini akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengingat dan menggunakan pengetahuan tersebut. Kedua, PBL menawarkan kesempatan untuk praktik, menggunakan, (dan mungkin juga mengembangkan) berbagai ketrampilan proses seperti pemecahan masalah, ketrampilan interpersonal, ketrampilan kelompok; kemampuan mengatasi perubahan, ketrampilan belajar mandiri, dan kemampuan mengasses diri sendiri. Ketiga, PBL dapat meningkatkan berbagai prinsip pembelajaran seperti aktif, bekerjasama, cepat memberi umpan balik, dan lainnya.
Smith (1995) mengungkap keuntungan PBL. Menurutnya, PBL memberi kesempatan pada peserta didik untuk memanfaatkan pengetahuan yang telah dimilikinya selama mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan evaluasinya melalui analisis terhadap permasalahan dunia nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa PBL menekankan pada pengembangan ketrampilan berpikir dan kemampuan kognitif peserta didik. Peserta didik yang terlibat dalam PBL terbukti lebih sering memanfaatkan perpustakaan dan sumber-sumber informasi lainnya untuk mendukung pembelajarannya. Peserta didik memiliki ketrampilan belajar mandiri, yang merupakan bekal untuk belajar lebih lanjut. PBL membelajarkan peserta didik untuk memiliki pendekatan yang lebih holistik, lebih siap mengintegrasikan informasi baru, beradaptasi terhadap perubahan dan bekerjasama dalam tim. Secara umum PBL meningkatkan keinginan peserta didik untuk belajar dan mengembangkan kompetensinya.
Berdasar hasil kajian Yazdani (2002), Nur (211) merinci hasil-hasil PBL berikut ini.
(1) Keterampilan-keterampilan pemecahan masalah.
(2) Keterampilan-keterampilan belajar yang diarahkan oleh diri sendiri. (
3) Kemampuan menemukan dan menggunakan sumber daya yang sesuai.
(4) Berpikir kritis.
(5) dasar pengetahuan yang dapat diukur.
(6) Kemampuan kinerja.
(7) Keterampilan-keterampilan sosial dan etika.
(8) memenuhi kebutuhan diri sendiri dan memotivasi diri sendiri.
(9) Terampil menggunakan komputer.
(10) Keterampilan-keterampilan kepemimpinan.
(11) Kemampuan bekerja dalam tim.
(12) Keterampilan-keterampilan komunikasi.
(13) Berpikir proaktif.
(14) Kemampuan-kemampuan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Sumber : buku k13 IPA kelas VIII
0 Response to "Dukungan Problem Based Learning"
Post a Comment