ANALISIS PERILAKU POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2010 DI KABUPATEN DOMPU NTB




“Studi Deskriptif Melalui Pendekatan Teori Pertukaran Sosial George Caspar Homans dan Teori Pertukaran Sosial Peter M. Blau”

Oleh: Salahudin, S.IP[1]


Perilaku Politik Masyarakat Kabupaten Dompu, Sebuah Fakta Sosial
Masyarakat Kabupaten Dompu baru saja menyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Pemilihan Umum Kepala Daerah yang berlangsung pada bulan Juli 2010 itu adalah pesta demokrasi yang kedua kali dilakukan oleh masyarakat kabupaten Dompu setelah dilaksanakannya pemilihan kepala daerah yang berlangsung tahun 2005 lalu. Jika dibandingkan pilkada 2005, Pilkada 2010 memberi warna yang berbeda bagi perkembangan demokrasi di aras lokal khususnya di kabupaten Dompu. Pasalnya, pilkada 2010 berlangsung dua kali putaran. Hal ini menunjukan adanya dinamika demokrasi di kabupaten Dompu. Ada anggapan pilkada yang berlangsung dua kali putaran itu menunjukan adanya sikap politik masyarakat yang aktif, reaktif, dan responsif.
Berdasarkan pengamatan penulis anggapan tersebut ada benarnya, dimana masyarakat menganggap pilkada sebagai momen utama untuk berpolitik dalam membangun kapasitas masing-masing. Penulis mengatakan kapasitas masing- masing, karena dalam orientasi politik memiliki kepentingan dan sikap politik yang berbeda sesuai dengan tujuan politik dan strata sosial dari masyarakat itu, baik secara individu mapun kolektif.
Masyarakat kabupaten Dompu dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, diantaranya: kelas atas (high class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Selanjutnya dapat dikategorikansebagai berikut:
Masyarakat kelas atas (high class) adalah memiliki status sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, yaitu diantaranya: (1) Pimpinan Daerah terdiri dari: Bupati, wakil bupati, sekda, kepala bagian, kepala dinas, pimpinan DPRD, Pimpinan Partai Politik (Golkar, PKNU, PAN)[2].
Kelas menengah (middle class) adalah masyarakat yang status sosialnya sebagai tempat masyarakat umum untuk berhubungan dengan masyarakat kelas tinggi, yaitu diantaranya; (1) Pegawai Negeri Sipil (PNS): Camat, polisi pamong praja, dan stafnya, kepala cabang dinas (dinas pendidikan), kepala sekolah dan guru SDN, SMP, SMA. (2) Pegawai Honorer Daerah[3]: Staf administratif honorer di kantor  kecamatan, polisi pamong praja (Pol PP) honorer di kantor kecamatan, guru SDN, SMP, SMA honorer, masyarakat tani yang memiliki lahan basah seluas diatas satu hektar, masyarakat peternak yang memiliki hewan diatas 10 ekor.
Masyarakat kelas bawah (lower class) adalah masyarakat umum yang tidak memiliki akses potensial terhadap Negara (pemda), yaitu diantaranya: Pegawai honorer tidak tetap atau pegawai suka rela[4]. Pegawai tersebut berada pada kantor kecamatan (staf administrasi dan Pol PP), sekolah SD, SMP, dan SMA, pada dinas- dinas daerah yang ada pada lingkungan kecamatan (kantor cabang dinas pendidikan), masyarakat tani memiliki lahan kering yang penghasilanya tidak menentu.
Ketiga kelas masyarakat diatas memiliki sikap politik yang berbeda dalam menetapkan pilihan politiknya. Hal ini disebabkan oleh adanya tujuan dan kepentingan politik yang berbeda pula. Hanya saja interaksi politik mereka tidak dibatasi oleh tingkatan kelas yang disebutkan tadi. Mereka saling membaur guna saling mempengaruhi dan menawarkan kepentingan masing-masing.
Relasi Fakta Sosial dan Teori Pertukaran Sosial George Homans dan Peter M. M. Blau
Dinamika politik Pilkada Dompu yang dijelaskan diatas merupakan bagian dari fakta sosial (realitas sosial) yang dapat dijelaskan dengan teori pertukaran sosial George Pascar Homans yang memandang perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas dan kepentingan yang dimiliki oleh masing- masing individu. Teori Homans ini berangkat dari asumsi ekonomi dasar (pilihan rasional), yaitu individu memberi apa dan mendapatkan apa, apakah menguntungkan atau tidak. (Ritzer 2009:458).
Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah di kabupaten Dompu tahun 2010, individu sebagai masyarakat melakukan aktivitas politik seperti yang digambarkan Homans tersebut, yaitu saling melakukan pertukaran kepentingan politik.
Mengingat yang terlibat dalam proses politik tidak sebatas individu namun juga melibatkan kelompok sosial (struktur sosial)[5]yang lebih besar, dan pada kasus ini kelompok tersebut memberikan pengaruh besar dalam mengarahkan keputusan politik individu. Oleh karena itu, untuk tulisan ini perlu menggunakan teori pertukaran sosial  Peter M. Blau.
Tujuan dari teori pertukaran sosial Peter Blau adalah “memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses - proses sosial yang mengatur hubungan antar individu dengan kelompok”.(Peter Blau dalam Ritzer,2009:458).

            Menurut Ritzer analisis proses sosial bagi Blau adalah memahami struktur sosial atau kelompok sosial sebagai upaya untuk memahami perilaku individu yang merupakan bagian dari kelompok sosial itu.
“... Kita tidak dapat menganalisis proses - proses interaksi sosial antar individu  selai dari struktur sosial yang ada di sekitarnya”.(Ritzer menyimpulkan pemahaman Peter Blau tentang teori Pertukaran Sosial, 2009:458)

            Perilaku politik masyarakat di kabupaten Dompu sebagian besar diarahkan oleh struktur sosial di sekitarnya, biasanya dialami oleh masyarakat middle class dan  lower class. Keputusan politik masyarakat mtersebut seringkali mengikuti kelompok - kelompok sosial yang mereka percayai dan memberikan keuntungan atau imbalan bagi mereka.[6]Keputusan politik pegawai honorer, baik honorer daerah maupun honorer suka rela tergantung dari arahan struktur organisasi pegawai tempat mereka bekerja.
Pilihan politik saya tergantung pilihan politik atasan,tentu pilihan politik atasan saya tergantung instruksi pimpinan daerah. Jadi arah politik kita terlembaga dan memiliki struktur yang jelas. (Jawaban Ahmad (responden) ketika ditanya siapa yang mempengaruhi pilihan politiknya).[7]

            Perilaku politik responden diatas menunjukan adanya intervensi struktur sosial yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian, jika ditelusuri lebih lanjut kenapa responden itu mengikuti dan cenderung bisa diarahkan oleh struktur sosialnya dalam menentukan pilihan politiknya. Pada konteks inilah kita membutuhkan teori pertukaran sosial George Caster Homans, tercermin dari sikap responden berikut ini:
Saya mengikuti atasan karena saya memiliki kepentingan untuk diri saya sendiri dan langkah itu sama - sama menguntungkan. Saya memberikan suara untuk atasan dan atasan saya memberi jaminan untuk karir saya, ya paling tidak honorer suka rela menjadi honorer daerah, dan syukur- syukur saya menjadi pegawai negeri sipil. Itu alasan kenapa pilihan politik kita mengikuti pilihan poltik atasan. (Ahmad, Pegawai Honorer Suka Rela Pol PP di Kecamatan Mangglewa Dompu).

Dari kasus responden diatas menggambarkan kepada kita adanya hubungan simbiosis mutualisme antara perilaku individu dengan struktur sosial di sekitarnya. Kesimpulannya adalah memahami perilaku politik masyarakat perlu menggunakan pendekatan integrasi antara teori pertukaran Homans dan Peter Mblau.
Teori Pertukaran dan Proposisi Homans
            Keterkaitan kasus yang diuraikan di atas dengan teori pertukaran Homans adalah interaksi antar individu yang melakukan pertukaran kepentingan dengan hukum dasar “imbalan dan keuntungan yang didapat oleh individu yang melakukan pertukaran itu”. Teori Homans tidak berhenti sampai pada persoalan itu. Jauh dari itu, yaitu menguraikan proposisi- proposisi yang dapat menjelaskan secara utuh proses pertukaran sosial. Pertukaran sosial yang terjadi antar individu tidak berjalan statis, karena tidak selamanya individu mendapatkan keuntungan dari proses pertukaran sosial itu. Oleh karena itu, bagi Homans dalam teori pertukaran sosial perlu dilakukan proposisi. Menurut Homans ada lima proposisi yang dapat menjelaskan teori pertukaran sosial secara utuh, diantaranya; proposisi sukses, proposisi stimulus, proposisi nilai, proposisi kelebihan dan kekurangan, proposisi agresi – pujian, dan proposisi rasionalitas.
Proposisi Sukses dan Perilaku Politik
            Asumsi dasar proposisi sukses adalah “semakin sering tindakan seseorang itu dihargai maka semakin sering orang itu melakukan tindakan yang sama”. Sebaliknya, semakin sering tindakan seseorang itu gagal atau tidak mendapatkan penghargaan maka tindakan itu tidak akan diulangi lagi olehnya.
            Proposisi ini menggambarkan teori pertukaran sosial yang dinamis, dimana individu memiliki kesempatan untuk lebih leluasa melakukan pertukaran sosial sesuai dengan kebutuhan individu itu.
            Kasus pemilihan kepala daerah Kabupaten Dompu tahun 2010 yang berlangsung dua kali putaran itu dapat dijelaskan dengan proposisi ini. Putaran pertama diikuti oleh lima calon dan hasilnya diungguli oleh Syaifurrahman (incumbent), namun Syaifurrahaman belum dapat dikatakan sebagai pemenang karena belum mendapatkan suara diatas 30,5%, oleh karena itu harus bertarung pada putaran kedua dengan pasangan calon yang mendapatkan suara dibawah suara syaifurrahman, yaitu Drs. H. Bambang.
            Pada putaran kedua fakta politik menunjukan, Drs. H. Bambang meraih suara mayoritas dan sebagai pemenang. Pertanyaanya, kemana suara syaifurrahman yang pada putaran pertama mengungguli dari semua calon?, dan apa penyebab hilangnya suara Syaifurrahman pada putaran kedua? Hemat saya, kasus ini dapat dijelaskan oleh teori pertukaran sosial Homans pada proposisi sukses.
            Pada putaran pertama, masyarakat melihat Syaifurrahman dapat menguntungkan mereka (masyarakat), namun pada proses selanjutnya (putaran kedua) masyarakat melihat Syaifurrahman merugikan mereka (masyarakat), oleh karean itu masyarakat meninggalkan tindakan pada putaran pertama, yaitu memilih Drs. H. Bambang pada putaran kedua.
Memang pada putaran pertama hampir 70% pegawai Negeri dan pegawai honorer, baik honor daerah maupun suka rela memilih bapak Syaifurrahman. Namun pada putaran kedua suara itu berbalik memilih H. Bambang. Ada banyak alasan, salah satunya adalah janji Syaifurrahman tidak bisa dipastikan, buktinya SK untuk pegawai honorer tidak tetap sampai hari H pemilihan putaran pertama tidak dikeluarkan. Mutasi pegawai negeri yang dijanjikan tidak dilakukan, dilakukan hanya orang- orang tertentu, yaitu teman dekat bapak Syaifurrahman itu sendiri. H. Bambang, secara visi- misi lebih menjanjikan. Selain itu dia memiliki banyak uang untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat pada proses kampanye dan pemilihan.(Junaidin).[8]
            Kasus diatas menjelaskan kebenaran proposisi sukses Homans yang menjelaskan teori pertukaran sosial. Pada proses sosial (pertukaran sosial) individu mengutamakan untuk berada pada posisi sukses atau menguntungkan, jika tidak, tindakan itu tidak akan dilakukan lagi.
Proposisi Rangsangan, Jaringan Politik
Proposisi ini berbunyi “ Apabila pada masa lampau ada satu atau sejumlah rangsangan didalamnya tindakan seseorang mendapat ganjaran, maka semakin rangsangan yang ada menyerupai rangsangan masa lampau itu, maka semakin besar kemungkinan bahwa orang tersebut akan melakukan tindakan yang sama”. Dalam hubungan dengan proposisi ini, Homans cenderung membuat generalisasi. Artinya keberhasilan pada salah satu tindakan mengantar orang tersebut kepada tindakan lainnya yang mirip.
Sebagai contoh, H. Abubakar Ahmad, SH sebagai calon bupati minta tolong kepada saya untuk menjadi ketua Tim Pemenang dalam pemilihan kepala daerah tahun 2005 lalu di Kabupaten Dompu, saya menolong dan itu sukses, kemudian H. Abubakar Ahmad berterimakasih, saya mendapatkan ganjaran yaitu pujian atau jabatan khusus untuk saya. Syaifurrahman menjadi calon kepala daerah kabupaten dompu tahun 2010 minta tolong kepada saya untuk menjadi ketua tim pemenang, saya menolong dan mengharap sukses dan mendapatkan pujian atau jabatan birokrasi sesuai yang diinginkan oleh saya.
Proposisi rangsangan yang dikembangankan oleh Homans ini sangat berguna untuk melihat bagaimana tindakan jaringan politik pada proses pemilihan kepala daerah seperti yang terjadi di Kabupaten Dompu. Pengamatan saya, jaringan politik yang terjadi dalam proses pemilihan kepala daerah tahun 2010 di Kabupaten Dompu dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
Tim Pemenang Pilkada 2005 yang berhasil menghantarkan H. Abubakar Ahmad sebagai Bupati Dompu Periode 2005-2010
Tim Pemenang Pilkada 2005 yang berhasil menghantarkan H. Bambang sebagai Bupati Dompu Periode 2010-2015
Cycle Diagram






Cycle Diagram
Keterangan: Tim Pemenang 2010 adalah tim yang sama dengan Tim Pemenang 2005.
Proposisi Nilai
Proposisi ini berbunyi “ Semakin tinggi nilai tindakan seseorang, maka semakin besar kemungkinan orang itu melakukan tindakan yang sama”. Bila hadiah yang diberikan masing-masing kepada orang lain amat bernilai, maka semakin besar kemungkinan aktor melakukan tindakan yang dinginkan ketimbang jika hadiahnya tak bernilai. Disini Homans memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman. Hadiah adalah tindakan dengan nilai positif, makin tinggi nilai hadiah, makin besar kemungkinan mendatangkan perilaku yang diinginkan. Sedangakan hukuman adalah hal yang diperoleh karena tingkah laku yang negatif.
Dalam pengamatannya, Homans memperhatikan bahwa hukuman bukanlah merupakan cara yang efektif untuk mengubah tingkah laku seseorang. Sebaliknya, orang akan terdorong untuk melakukan sesuatu jika ia mendapat ganjaran.
Salah satu faktor kegagalan Syaifurrahman dalam pemilihan kepala daerah tahun 210 di Kabupaten Dompu pada putaran kedua adalah karena banyaknya Pegawai Negeri Sipil dan Honorer di hukum oleh Syaifurrahman dengan melakukan mutasi tempat yang tidak diinginkan.
Proposisi Kejenuhan
Proposisi ini berbunyi ”Semakin sering seseorang mendapat ganjaran pada waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai ganjaran itu untuk dia”. Unsur waktu menjadi sangat penting didalam proposisi ini. Orang pada umumnya tidak akan lekas jenuh, kalau ganjaran itu di peroleh sesudah waktu yang cukup lama.
Proposisi Persetujuan dan Agresi
Dalam bagian ini ada dua proposisi yang berbeda. Proposisi yang pertama berbunyi “ Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran seperti yang diharapkannya atau mendapat hukuman yang tidak diharapkannya, maka semakin besar kemungkinana bahwa dia akan menjadi marah dan melakukan tindakan yang agresif, dan tindakan agresif itu menjadi bernilai baginya.” Homans memberikan contoh bahwa jika seseorang tidak mendapatkan nasihat yang dia harapkan dari orang lain dan orang lain itu tidak mendapat pujian yang dia harapkan maka keduanya akan menjadi marah.
Proposisi yang kedua lebih bersidat positif “ Apabila seseorang mendapat ganjaran yang diharapkannya, khususnya ganjaran yang lebih besar dari pada yang diharapkannya, atau tidak mendapatkan hukuman yang diperhitungkannya maka ia akan menjadi senang, lebih besar ia akan melakukan hal-hal yang positif dan hasil dari tingkah laku yang demikian adalah lebih bernilai baginya”. Misalnya, apabila seseorang mendapatkan nasihat dari orang lain seperti yang diharapkannya dan orang lain itu mendapat pujian seperti yang diharapkannya maka keduanya akan menjadi senang dan besar kemungkinan yang satu menerima nasihat dan yang lainnya memberikan nasihat yang lebih bermanfaat.
Proposisi Rasionalitas
            Asumsi dasar proposisi rasionalitas adalah “orang membandingkan jumlah imbalan yang diasosiasikan dengan setiap tindakan. Imbalan yang bernilai tinggi akan hilang nilainya jika aktor menganggap bahwa itu semua cenderung tidak akan mereka peroleh. Sedangkan imbalan yang bernilai rendah akan mengalami petambahan nilai jika semua itu dipandang sangat mungkin diperoleh. Jadi, terjadi interaksi antara nilai imbalan dengan kecenderungan diperolehnya imbalan”.
Banyak janji politik yang ditawarkan oleh Bapak Syaifurrahman kepada masyarakat. Namun janji- janji itu tidak pernah direalisasikan. Bapak Syaifurrahman sebagai Bupati periode 2005/2010 seharusnya banyak hal yang harus dilakukan untuk masyarakat. Namun pada periode itu masyarakat merasakan kepahitan dalam kehidupan sehari-hari, banyaknya penggangguran, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merajalela. (Ihwan, Sekertaris Jenderal Lapinda Bidos).[9]

            Ini menunjukan adanya rasionalitas sikap politik masyarakat dalam menetapkan pilihan politiknya. Mereka tidak lagi terjebak pada kondisi yang sama. Mereka lebih maju dalam berfikir untuk kepentingan, bahkan kepentingan pragmatis sekalipun.      
Imbalan yang paling diinginkan adalah imbalan yang sangat bernilai dan sangat mungkin dicapai. Sedangkan imbalan yang paling tidak diinginkan adalah imbalan yang paling tidak bernilai dan cenderung tidak mungkin diperoleh. (Homans dalam Ritzer, 2009:457).

Proposisi Homans yang terakhir ini menjelaskan proses aktivitas individu yang syarat dengan pragmatisme kepentingan. Dalam aktivitas individu, nilai adalah segala- galanya, nilai mendorong untuk bertindak dan juga dapat menghambat dalam bertindak, tergantung kelebihan dan kekurangan dari nilai itu bagi individu yang menjalankannya.
Demikianlah beberapa proposisi yang dirumuskan oleh George Homans untuk menjelaskan teori pertukaran sosial. Pada akhirnya Homans melihat aktor sebagai seseorang yang mencari keuntungan. Hukum ini tampak dalam dunia politik, seperti pada pemilihan kepala daerah tahun 2010 di Kabupaten Dompu. Dalam dunia politik, sulit bagi siapapun untuk menghindari hukum ini.
Teori Pertukaran Peter M. Blau
Sebagaimana yang dijelaskan pada awal tulisan ini, teori Homans dianggap tidak bisa menjelaskan secara komprhensif tentang perilaku politik dalam proses pemilihan kepala daerah. Perilaku politik adalah perilaku yang terjadi didalam lingkungan sosial seutuhnya, termasuk struktur sosial. Teori pertukaran sosial Peter M. Blau membantu kita untuk melihat dan menganalisi perilaku politik individu dalam kelompok sosial.
Blau lahir di Wina, Austria, 7 Februari 1918. ia bermigrasi ke AS tahun 1939 dan menjadi warga AS tahun 1943. Tahun 1942 ia menerima gelar BA dari Elmhrst College di Elmhurst,Illionis. Pendidikannya terganggu karena perang dunia ke II dan ia bergabung dengan AD dan menerima penghargaan the Browzer Star. Setelah perang ia kembali ke sekolah dan menyelesaikan pendidikannya, menerima Ph.D. dari universitas Columbia tahun 1952. Blau mendapatkan penghargaan luas pertama dalam sosiologi karena sumbangannya dalam studi tentang organisasi formal. Hasil studi empirisnya tentang organisasi dan buku ajar yang di tulisnya tentang organisasi formal masih tetap di kutip secara luas dan ia terus memberikan sumbangan yang berarti terhadap kajian tentang organisasi formal ini. Ia pun menulis bersama Otis Dudley Ducan, the American Occupational Structure yang memenangkan hadiah bergengsi Sorokin Award dari the American Sociological Assosiations tahun 1968. buku itu merupakan konstribusi yang sangat penting studi sosiologi tentang stratifikasi sosial.
Meskipun ia terkenal berbagai karya, yang menjadi sasaran perhatian kita di sini adalah kontribusi Blau terhadap sosiologi. Yang menarik adalah ia telah memberikan kontribusi penting terhadap dua orientasi teoritis yang berbeda. Bukunya Exchange and Power ini sicial live (1964) merupakan komponen utama teori pertukaran masa kini. Kontribusi utama Blau tentang teori pertukaran pada kelompok primer pada berskala kecil di cobadi terapkan pada kelompok besar, meski mengandung beberapa kelemahan, karya itu merupakan upaya penting untuk mengintegrasikan secara teoritis masalah sosiologi berskala luas dan berskala kecil. Blau pun berada di barisan terdepan pakar struktural . selama masa jabatannya selaku presiden The American Sociological Association (1973-1974) ia menjadi teori struktural ini sebagai tema pertemuan tahunan asosiasi sosiologi itu. Sejak itu ia telah menerbitkan buku dan artikel yang di rencanakan untuk menjelaskan dan mengembangkan teori struktural. Karya dibidang ini adalah the Struktural Contexts of Opportunities(1994) dan crosscutting Social Circles edisi ke dua(Blau dan Schwartz, 1997). Peter Blau meninggal pada 12 Maret 2002.
            Pemikiran M. Blau tentang pertukaran sosial mendapatkan respon positif dari banyak kalangan ilmuwan. Pertukaran sosial Blau merupakan hasil dari kritikannya atas teori Homans tentang pertukaran sosial yang menitik beratkan pada perilaku individu, menurut Blau malah sebaliknya, hal utama untuk memahami fakta social adalah memahami struktur social bukan individu seperti kajian Homans. Meskipun demikian, Blau mengakui kajian perilaku individu adalah hal yang penting yang arus dilakukan untuk menuju pemahaman yang lebih kompleks yaitu struktur sosial.
            Inti dasar pemikiran M. Blau tentang pertukaran sosial: Pertama, membedakan kelompok besar (organisasi) dengan kelompok kecil (individu yang merupakan bagian dari organisasi atau menut Homans perilaku individu), Kedua, pertukran sosial berlangsung antar individu dengan kelompok. Ketiga,nilai norma sebagai perantara atau media dalam aktivitas individu dan kelompok tersebut.
Pertukaran sosial antar individu dan kelompok dalam politik
            Di era demokratisasi saat ini, untuk menjadi calon kepala daerah harus melalui partai politik. Individu sebagai calon harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi politik dengan partai politik. Hemat saya komunikasi politik adalah proses menuju pertukran sosial (dalam politik, pertukaran sosial diartikan sebagai dil politik).
Untuk mendapatkan dukungan partai politik si calon harus mengorbankan segala yang dibutuhkan oleh partai politik itu. Calon harus membayar mahal partai politik. Ini terbukti ketika saya maju sebagai calon kepala daerah tahun 2010 di Kabupaten Dompu. Saya harus membayar tiga partai politik dengan harga yang cukup mahal. Jika tidak dibayar mereka (partai politik-penulis) tidak mungkin mengusung saya sebagai calon kepala daerah di Kabupaten Dompu tahun 2010 lalu. (Drs. H. Amin, salah satu calon bupati di Kabupaten Dompu pada Pilkada 2010).

Bagi M. Blau pertukaran individu dan kelompok social tersebut berlaku konsep norma. Konsep norma adalah aturan yang berlaku secara umum dalam pertukrana social. Pada contoh kasus diatas, konsep norma itu tidak berlaku dalam dunia politik.



Pertukaran Nilai, Individu, dan Partai Politik sebagai Kelompok Sosial
            Menurut M. Blau peran nilai dalam hubungan antar kelompok sosial sangat dibutuhkan. Karena dengan nilai kelompok- kelompok sosial dalam berinteraksi dapat terintegrasikan dan tercipta solidaritas antar mereka.
            Partai politik yang melakukan koalisi dalam menyatukan kekuatan politik adalah fakta sosial yang memperkuat argument M. Blau terkait peran nilai dalam kelopok social itu. Koalisi partai politik ada aturan dan nilai sebagai ikatan politik mereka. Dengan itu koalisi akan terjaga dari kepentingan individu yang ada didalam partai politik itu sendiri.
Pertukaran Sosial organisasi masyarakat dan Partai Politik
            Ritzer (2009: 462) menguraikan:
Analisis Blau membawa kita semakin jauh dari versi teori pertukaran Homan. Individu dan perilaku individu dua hal terpenting dalam pandangan Homan, nyaris tidak termasuk ke dalam konsepsi M. Blau. Yang menggantikan posisi individu adalah beragam fakta sosial. Sebagai contoh, Blau membahas kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma, dan nilai. Analisis Blau terpusat pada hal- hal yang mencerai- beraikannya, yang jelas menjadi pokok perhatin utama penganut fakta sosial.

            Berdasarkan uraian Ritzer diatas, Blau lebih menekankan pada sosiologi makro yang melihat fakta sosial pada struktur sosial yang ada pada masyarakat itu, termasuk organisasi masyarakat, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Organisasi Pemerintahan (birokrasi), Partai Politik, dan organisasi sosial lainya.
            Teori Blau membantu kita untuk mencermati bagaimana perilaku antar organisasi dalam melakukan pertukaran sosial atau kepentingan politik. Pada umumnya perilaku politik organisasi sama dengan perilaku yang berlaku pada individu sebagaimana analisis Homans di atas. Yaitu mencari posisi keuntungan atau imbalan dalam melakukan pertukaran sosial. Bedanya adalah perilaku organisasi bersifat institusional yang didalamnya terdapat nilai, norma dan aturan yang harus dipatuhi dan dijalankan dalam melakukan pertukaran sosial itu.

Bahan Bacaan:
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. Cetakan Ketiga, 2009. Teori Sosiologi, dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Posmodern. Penerjemah: Nurhadi. Penerbit Kreasi Wacana.




[1]Tulisan ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Sosiologi (Dosen Pengampu Dr. A. Habib, MA) di Pasca Sarjana Prodi Sosiologi UMM. Tulisan ini hanya memberikan gambara umum bagaiman mengarahkan teori untuk mengungkap fenomena sosial yang ada (fakta sosial).
[2]Tiga partai politik tersebut memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat dompu. Partai Golkar mengusai parlement, DPRD Kabupaten Dompu. PAN memiliki lima kursi di dewan, DPRD Kabupaten Dompu. PKNU melalui kadernya Syaifurrahman sebagai bupati mengusai kekuasaan eksekutif Pemda Kabupaten Dompu. Oleh karena itu, penulis mengatakan tiga partai tersebut merupakan kelas tinggi di Kabupaten Dompu.
[3]Pegawai Honorer Daerah adalah pegawai yang memiliki Surat Keputusan Kepala Daerah sebagai pegawai daerah dan tiap bulan menadapatkan insentif dari pemerintahan daerah setempat. Pada umumnya pegawai honorer daerah ini dijanjikan oleh Pemerintah Daerah  untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
[4]Umumnya honorer tidak tetap atau pegawai suka rela mayoritas dibandingkan pegawai honorer daerah. Pegawai tidak tetap adalah mereka yang  bekerja secara suka rela dan berharap untuk dijadikan sebagai pegawai honor daerah atau pagawai negeri sipil daerah.
[5]Yang dimaksud dengan kelompok sosial dalam tulisan ini adalah Partai Politik, Organisasi Massa, Organisasi Keagamaan, Birokrasi Pemerintah.
[6]Keuntungan dan imbalan yang dimaksud adalah sebagaimana yang berlaku umum pada teori pertukaran sosial.
[7]Ahmad adalah Pegawai Honorer tidak tetap sebagai Polisi Pamong Praja (Pol PP) di Kantor Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu. Ahmad sudah dua tahun bekerja sebagai pegawai honorer daerah di Kantor Kecamatan tersebut. Yang dimaksud dengan atasan disini adalah Camat di Kecamatan Manggelewa.
[8]Junaidin adalah salah satu pegawai negeri sipil di Kantor Cabang Pendidikan Kecamatan Manggelewa yang pada putaran pertama mendukung penuh pasangan Calon Syaifurrahman. Hal ini karena adanya janji Tim pemenang Syaifurrahman untuk mutasi sebagai pegawai negeri sipil di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Manggelewa. Janji itu tidak ditepati, akhirnya Junaidin menjadi pendukung utama H. Bambang. Kasus ini banyak pegawai negri sipil teruama pegawai honoer yang mengalaminya.
[9] Ihawan adalah aktivis anti korupsi di wilayah Bima Dompu dan Sumbawa. 




Tugas Mata Kuliah Teori Sosiologi (Dosen Pengampu Dr. Achmad Habib, MA) Prodi Sosiologi Pasca Sarjana UMM.

0 Response to "ANALISIS PERILAKU POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2010 DI KABUPATEN DOMPU NTB"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel