teknik menilai dan meninjau kembali program
PERT merupakan singkatan dari Program Evaluation and Review Technique (teknik menilai dan meninjau kembali program), sedangkan CPM adalah singkatan dari Critical Path Method (metode jalur kritis) dimana keduanya merupakan suatu teknik manajemen. Teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya suatu pekerjaan yang terkendali dan teratur, karena jadwal dan anggaran dari suatu pekerjaan telah ditentukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan.
Tujuan dari PERT adalah pencapaian suatu taraf tertentu dimana waktu merupakan dasar penting dari PERT dalam penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek. Dalam metode PERT dan CPM masalah utama yaitu teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya dengan maksud pekerjaan-pekerjaan yang telah dijadwalkan itu dapat diselesaikan secara tepat waktu serta tepat biaya.
CPM adalah suatu metode perencanaan dan pengendalian proyek-proyek yang merupakan sistem yang paling banyak digunakan diantara semua sistem yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Jadi CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.
Teknik penyusunan jaringan kerja yang terdapat pada CPM, sama dengan yang digunakan pada PERT. Perbedaan yang terlihat adalah bahwa PERT menggunakan activity oriented, sedangkan dalam CPM menggunakan event oriented. Pada activity oriented anak-panah menunjukkan activity atau pekerjaan dengan beberapa keterangan aktivitasnya, sedang event oriented pada peristiwalah yang merupakan pokok perhatian dari suatu aktivitas. Pengertian PERT dan CPM seperti yang dikemukakan oleh para ahli dikutipkan seperti berikut :
“Teknik PERT adalah suatu metode yang
bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan maupun konflik dan gangguan produksi, serta mengkoordinasikan dan mengsingkronisasikan berbagai bagian dari keseluruhan pekerjaan dan mempercepat selesainya proyek. Sedangkan CPM adalah suatu teknik perencanaan dan pengendalian yang dipergunakan dalam proyek berdasarkan pada data biaya dari masa lampau (past cost data)”.
T. Hari Handoko (1993 hal. : 401) mengemukakan bahwa : “PERT adalah suatu metode analisis yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek yang kompleks, yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat diselesaikan secara tepat waktu dan biaya, sedangkan CPM adalah suatu metode yang dirancang untuk mengoptimalkan biaya proyek dimana dapat ditentukan kapan pertukaran biaya dan waktu harus dilakukan untuk memenuhi jadwal penyelesaian proyek dengan biaya seminimal mungkin”
1. Perbedaan PERT dan CPM
Pada prinsipnya yang menyangkut perbedaan PERT dan CPM adalah sebagai berikut :
a. PERT digunakan pada perencanaan dan pengendalian proyek yang belum pernah dikerjakan, sedangkan CPM digunakan untuk menjadwalkan dan mengendalikan aktivitas yang sudah pernah dikerjakan sehingga data, waktu dan biaya setiap unsur kegiatan telah diketahui oleh evaluator.
b. Pada PERT digunakan tiga jenis waktu pengerjaan yaitu yang tercepat, terlama serta terlayak, sedangkan pada CPM hanya memiliki satu jenis informasi waktu pengerjaan yaitu waktu yang paling tepat dan layak untuk menyelesaikan suatu proyek.
c. Pada PERT yang ditekankan tepat waktu, sebab dengan penyingkatan waktu maka biaya proyek turut mengecil, sedangkan pada CPM menekankan tepat biaya.
d. Dalam PERT anak panah menunjukkan tata urutan (hubungan presidentil), sedangkan pada CPM tanda panah adalah kegiatan.
C. Langkah-Langkah Penjadwalan Proyek
Menurut teknik PERT langkah-langkah dalam penjadwalan suatu proyek adalah:
1. Mengidentifikasikan setiap aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan.
Adanya pengetahuan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, maka seorang perencana dapat mengklasifikasikan setiap kegiatan, mana yang harus dikerjakan lebih dahulu, mana yang boleh dikerjakan kemudian dan seterusnya. Di samping itu, hubungan suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya perlu diketahui untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan ketergantungan setiap kegiatan, dimana dalam hal ini waktu dan sumber daya belum dipertimbangkan.
2. Menghitung saat paling cepat terjadinya event (EET) atau saat paling cepat dimulainya (ES) serta saat tercepat diselesaikannya aktifitas (EF)
Cara perhitungan yang digunakan adalah perhitungan maju (forward computation), dimana perhitungan bergerak dari initial event menuju ke terminal event. Sebuah event hanya dapat terjadi jika aktifitas yang mendahuluinya telah selesai.
Jadi saat paling cepat terjadinya event sama dengan nilai terbesar dari saat tercepat untuk menyelesaikan aktifitas-aktifitas yang berakhir pada event tersebut.
EET(j) = max (EF(i1,j), EF(i2,j),…,EF(in,j)
Ket. : EET(i) = ES(i,j)
EF(i,j) = ES(i,j) + D(i,j)
i = peristiwa awal kegiatan
j = peristiwa akhirkegiatan
D(i,j) = lama kegiatan
Untuk kejadian awal atau hari ke 0 EETnya = 0
(Tjutju Tartliah Dimyati & Ahmad Dimyati, 1994 : 183)
3. Menghitung saat paling lambat terjadinya event (LET) dan saat paling lambat dimulainya (LS) serta saat paling lambat diselesaikannya aktifitas (LF)
Cara perhitungan yang digunakan adalah perhitungan mundur (backward pass), dimana perhitungan bergerak dari terminal event menuju initial event. Saat paling lambat terjadinya event sama dengan nilai terkecil dari saat-saat paling lambat untuk memulai aktifitas yang berpangkal pada event tersebut.
LET(i) = min (LS(i, j1), (LS(i,J2),…LS(i, Jn)).
Ket. : LET(j) = LF(i,j)
LS(i,j) = LF(i,j) - D(i,j)
D(i,j) = lama Kegiatan
(Tjutju Tartliah Dimyati & Ahmad Dimyati, 1994 : 185)
Untuk memudahkan mengidentifikasi hasil perhitungan maju dan mundur dapat digunakan lingkaran event yaitu :
a
b c
Keterangan :
a : ruang untuk nomor event
b : ruang untuk menunjukkan EET
c : ruang untuk menunjukkan LET
4. Menghitung kelonggaran waktu (float time)
Kelonggaran waktu (float time) adalah jangka waktu yang merupakan ukuran batas toleransi keterlambatan kegiatan. Dengan ukuran ini dapat diketahui karakteristik pengaruh keterlambatan terhadap penyelengaraan proyek dan terhadap pola kebutuhan sumber daya dan pola kebutuhan biaya.
Kelonggaran waktu (float time) terdiri atas total float dan free float
a. Total float adalah jumlah waktu dimana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Total float ini dihitung dengan rumus :
TF (i,j) = LS(i,j) – ES (i,j)
= LET (j) – D (i,j) – EET (i)
atau TF (i,j) = LF (i,j) – EF (i,j)
= LET (j) – EET (i) – D (i,j)
( Sofwan Badri, 1997 : 58 )
b. Free float adalah jumlah waktu dimana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari dimulainya aktivitas yang lain atau saat paling cepat terjadinya event lain pada network. Free float dihitung dengan rumus :
FF (i,j) = EET (j) - EF(i,j)
= EET (j) – EET (i) – D (i,j)
( Sofwan Badri, 1997 : 58 )
5. Menentukan lintasan kritis.
Suatu aktivitas yang tidak memiliki float disebut lintasan kritis. Dengan kata lain aktivitas kritis mempunyai TF - FF = 0 ( Sofwan Badri, 1997 : 60 )
Lintasan kritis ini harus diperhatikan sebab dengan bertambahnya kegiatan pada lintasan ini, menyebabkan bertambahnya waktu penyelesaian proyek.
6. Menghitung slack of event (Kelambanan)
Slack adalah perbedaan waktu paling lambat dan waktu paling awal kegiatan. Pada perhitungan slack of event ini, mengikuti cara kerja PERT yang sifatnya probabilistic, adapun rumusnya :
S (i,j) = LET (j) – EET (j)
( Totok Irawan et al, 2003 : 102 )
7. Menentukan nilai harapan dan varians berdasarkan perkiraan waktu
Dalam perkiraan waktu tidak dapat dihindari adanya faktor kemungkinan. Faktor ini dapat diperkecil jika kita memiliki data yang akurat. Estimasi waktu penyelesaian proyek disusun sesuai jadwal yang tersedia. Tujuan mengestisimasi waktu ini adalah untuk menekan tingkat ketidakpastian dalam waktu pelaksanan selama pelaksanaan proyek sehingga cara kerja dapat efisien dan waktu pelaksanaan proyek juga menjadi efisien. Jadi estimasi waktu merupakan batas bawah yang mungkin tidak dapat dicapai dengan sumber daya yang terbatas. Cara yang dapat digunakan dalam hal ini adalah :
a. Membuat sub network yaitu pekerjaan dipecah-pecah menjadi pekerjaan yang lebih kecil atau perkiraan waktu tunggal untuk setiap aktivitas.
Cara ini dapat dilakukan apabila duration dapat diketahui dengan akurat dan tidak terlalu berfluktuasi. Pendekatan dengan cara ini dilakukan dengan anggapan bahwa setiap fluktuasi dapat diatasi dengan fungsi kontrol.
b. Menggunakan tipe perkiraan waktu (Triple duration estimate)
Pada PERT terdapat tiga jenis perkiraan/dugaan waktu yaitu dugaan paling mungkin, dugaan optimis dan dugaan pesimis.
1) Dugaan paling mungkin (dinotasikan dengan m) dimaksudkan sebagai suatu dugaan yang realistis / paling sering terjadi bila aktivitas dilakukan berulang-ulang, dan pelaksanaannya berjalan normal. Pada statistik, ini merupakan dugaan modus (nilai tertinggi) dari sebaran peluangnya.
2) Dugaan optimis (dinotasikan dengan a) dimaksudkan sebagai waktu yang dibutuhkan jika pada pelaksanaan aktivitas semua hal berlangsung dengan lancar (baik sekali tidak terjadi kesalahan sedikitpun pada pelaksanaan). Secara statistik ini merupakan dugaan batas bawah dari sebaran peluangnya.
3) Dugaan pesimis (dinotasikan dengan b), dimaksudkan sebagai waktu yang dibutuhkan bila terjadi kesalahan pada pelaksanaan aktivitas (jika semua hal berlangsung dengan buruk), sehingga kegiatan akan selesai lebih lambat. Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan alat. Adanya hambatan yang disebabkan oleh alam seperti banjir, hujan dan keadaan lainnya seperti keadaan politik dan sebagainya di luar kekuasaan perusahaan tidak termasuk dalam hal ini, sehingga hal-hal tersebut diasumsikan tidak akan terjadi. Secara statistik ini merupakan batas atas dari sebaran peluangnya.
Tujuan dari PERT adalah pencapaian suatu taraf tertentu dimana waktu merupakan dasar penting dari PERT dalam penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek. Dalam metode PERT dan CPM masalah utama yaitu teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya dengan maksud pekerjaan-pekerjaan yang telah dijadwalkan itu dapat diselesaikan secara tepat waktu serta tepat biaya.
CPM adalah suatu metode perencanaan dan pengendalian proyek-proyek yang merupakan sistem yang paling banyak digunakan diantara semua sistem yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Jadi CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.
Teknik penyusunan jaringan kerja yang terdapat pada CPM, sama dengan yang digunakan pada PERT. Perbedaan yang terlihat adalah bahwa PERT menggunakan activity oriented, sedangkan dalam CPM menggunakan event oriented. Pada activity oriented anak-panah menunjukkan activity atau pekerjaan dengan beberapa keterangan aktivitasnya, sedang event oriented pada peristiwalah yang merupakan pokok perhatian dari suatu aktivitas. Pengertian PERT dan CPM seperti yang dikemukakan oleh para ahli dikutipkan seperti berikut :
“Teknik PERT adalah suatu metode yang
bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan maupun konflik dan gangguan produksi, serta mengkoordinasikan dan mengsingkronisasikan berbagai bagian dari keseluruhan pekerjaan dan mempercepat selesainya proyek. Sedangkan CPM adalah suatu teknik perencanaan dan pengendalian yang dipergunakan dalam proyek berdasarkan pada data biaya dari masa lampau (past cost data)”.
T. Hari Handoko (1993 hal. : 401) mengemukakan bahwa : “PERT adalah suatu metode analisis yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek yang kompleks, yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat diselesaikan secara tepat waktu dan biaya, sedangkan CPM adalah suatu metode yang dirancang untuk mengoptimalkan biaya proyek dimana dapat ditentukan kapan pertukaran biaya dan waktu harus dilakukan untuk memenuhi jadwal penyelesaian proyek dengan biaya seminimal mungkin”
1. Perbedaan PERT dan CPM
Pada prinsipnya yang menyangkut perbedaan PERT dan CPM adalah sebagai berikut :
a. PERT digunakan pada perencanaan dan pengendalian proyek yang belum pernah dikerjakan, sedangkan CPM digunakan untuk menjadwalkan dan mengendalikan aktivitas yang sudah pernah dikerjakan sehingga data, waktu dan biaya setiap unsur kegiatan telah diketahui oleh evaluator.
b. Pada PERT digunakan tiga jenis waktu pengerjaan yaitu yang tercepat, terlama serta terlayak, sedangkan pada CPM hanya memiliki satu jenis informasi waktu pengerjaan yaitu waktu yang paling tepat dan layak untuk menyelesaikan suatu proyek.
c. Pada PERT yang ditekankan tepat waktu, sebab dengan penyingkatan waktu maka biaya proyek turut mengecil, sedangkan pada CPM menekankan tepat biaya.
d. Dalam PERT anak panah menunjukkan tata urutan (hubungan presidentil), sedangkan pada CPM tanda panah adalah kegiatan.
C. Langkah-Langkah Penjadwalan Proyek
Menurut teknik PERT langkah-langkah dalam penjadwalan suatu proyek adalah:
1. Mengidentifikasikan setiap aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan.
Adanya pengetahuan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, maka seorang perencana dapat mengklasifikasikan setiap kegiatan, mana yang harus dikerjakan lebih dahulu, mana yang boleh dikerjakan kemudian dan seterusnya. Di samping itu, hubungan suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya perlu diketahui untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan ketergantungan setiap kegiatan, dimana dalam hal ini waktu dan sumber daya belum dipertimbangkan.
2. Menghitung saat paling cepat terjadinya event (EET) atau saat paling cepat dimulainya (ES) serta saat tercepat diselesaikannya aktifitas (EF)
Cara perhitungan yang digunakan adalah perhitungan maju (forward computation), dimana perhitungan bergerak dari initial event menuju ke terminal event. Sebuah event hanya dapat terjadi jika aktifitas yang mendahuluinya telah selesai.
Jadi saat paling cepat terjadinya event sama dengan nilai terbesar dari saat tercepat untuk menyelesaikan aktifitas-aktifitas yang berakhir pada event tersebut.
EET(j) = max (EF(i1,j), EF(i2,j),…,EF(in,j)
Ket. : EET(i) = ES(i,j)
EF(i,j) = ES(i,j) + D(i,j)
i = peristiwa awal kegiatan
j = peristiwa akhirkegiatan
D(i,j) = lama kegiatan
Untuk kejadian awal atau hari ke 0 EETnya = 0
(Tjutju Tartliah Dimyati & Ahmad Dimyati, 1994 : 183)
3. Menghitung saat paling lambat terjadinya event (LET) dan saat paling lambat dimulainya (LS) serta saat paling lambat diselesaikannya aktifitas (LF)
Cara perhitungan yang digunakan adalah perhitungan mundur (backward pass), dimana perhitungan bergerak dari terminal event menuju initial event. Saat paling lambat terjadinya event sama dengan nilai terkecil dari saat-saat paling lambat untuk memulai aktifitas yang berpangkal pada event tersebut.
LET(i) = min (LS(i, j1), (LS(i,J2),…LS(i, Jn)).
Ket. : LET(j) = LF(i,j)
LS(i,j) = LF(i,j) - D(i,j)
D(i,j) = lama Kegiatan
(Tjutju Tartliah Dimyati & Ahmad Dimyati, 1994 : 185)
Untuk memudahkan mengidentifikasi hasil perhitungan maju dan mundur dapat digunakan lingkaran event yaitu :
a
b c
Keterangan :
a : ruang untuk nomor event
b : ruang untuk menunjukkan EET
c : ruang untuk menunjukkan LET
4. Menghitung kelonggaran waktu (float time)
Kelonggaran waktu (float time) adalah jangka waktu yang merupakan ukuran batas toleransi keterlambatan kegiatan. Dengan ukuran ini dapat diketahui karakteristik pengaruh keterlambatan terhadap penyelengaraan proyek dan terhadap pola kebutuhan sumber daya dan pola kebutuhan biaya.
Kelonggaran waktu (float time) terdiri atas total float dan free float
a. Total float adalah jumlah waktu dimana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Total float ini dihitung dengan rumus :
TF (i,j) = LS(i,j) – ES (i,j)
= LET (j) – D (i,j) – EET (i)
atau TF (i,j) = LF (i,j) – EF (i,j)
= LET (j) – EET (i) – D (i,j)
( Sofwan Badri, 1997 : 58 )
b. Free float adalah jumlah waktu dimana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari dimulainya aktivitas yang lain atau saat paling cepat terjadinya event lain pada network. Free float dihitung dengan rumus :
FF (i,j) = EET (j) - EF(i,j)
= EET (j) – EET (i) – D (i,j)
( Sofwan Badri, 1997 : 58 )
5. Menentukan lintasan kritis.
Suatu aktivitas yang tidak memiliki float disebut lintasan kritis. Dengan kata lain aktivitas kritis mempunyai TF - FF = 0 ( Sofwan Badri, 1997 : 60 )
Lintasan kritis ini harus diperhatikan sebab dengan bertambahnya kegiatan pada lintasan ini, menyebabkan bertambahnya waktu penyelesaian proyek.
6. Menghitung slack of event (Kelambanan)
Slack adalah perbedaan waktu paling lambat dan waktu paling awal kegiatan. Pada perhitungan slack of event ini, mengikuti cara kerja PERT yang sifatnya probabilistic, adapun rumusnya :
S (i,j) = LET (j) – EET (j)
( Totok Irawan et al, 2003 : 102 )
7. Menentukan nilai harapan dan varians berdasarkan perkiraan waktu
Dalam perkiraan waktu tidak dapat dihindari adanya faktor kemungkinan. Faktor ini dapat diperkecil jika kita memiliki data yang akurat. Estimasi waktu penyelesaian proyek disusun sesuai jadwal yang tersedia. Tujuan mengestisimasi waktu ini adalah untuk menekan tingkat ketidakpastian dalam waktu pelaksanan selama pelaksanaan proyek sehingga cara kerja dapat efisien dan waktu pelaksanaan proyek juga menjadi efisien. Jadi estimasi waktu merupakan batas bawah yang mungkin tidak dapat dicapai dengan sumber daya yang terbatas. Cara yang dapat digunakan dalam hal ini adalah :
a. Membuat sub network yaitu pekerjaan dipecah-pecah menjadi pekerjaan yang lebih kecil atau perkiraan waktu tunggal untuk setiap aktivitas.
Cara ini dapat dilakukan apabila duration dapat diketahui dengan akurat dan tidak terlalu berfluktuasi. Pendekatan dengan cara ini dilakukan dengan anggapan bahwa setiap fluktuasi dapat diatasi dengan fungsi kontrol.
b. Menggunakan tipe perkiraan waktu (Triple duration estimate)
Pada PERT terdapat tiga jenis perkiraan/dugaan waktu yaitu dugaan paling mungkin, dugaan optimis dan dugaan pesimis.
1) Dugaan paling mungkin (dinotasikan dengan m) dimaksudkan sebagai suatu dugaan yang realistis / paling sering terjadi bila aktivitas dilakukan berulang-ulang, dan pelaksanaannya berjalan normal. Pada statistik, ini merupakan dugaan modus (nilai tertinggi) dari sebaran peluangnya.
2) Dugaan optimis (dinotasikan dengan a) dimaksudkan sebagai waktu yang dibutuhkan jika pada pelaksanaan aktivitas semua hal berlangsung dengan lancar (baik sekali tidak terjadi kesalahan sedikitpun pada pelaksanaan). Secara statistik ini merupakan dugaan batas bawah dari sebaran peluangnya.
3) Dugaan pesimis (dinotasikan dengan b), dimaksudkan sebagai waktu yang dibutuhkan bila terjadi kesalahan pada pelaksanaan aktivitas (jika semua hal berlangsung dengan buruk), sehingga kegiatan akan selesai lebih lambat. Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan alat. Adanya hambatan yang disebabkan oleh alam seperti banjir, hujan dan keadaan lainnya seperti keadaan politik dan sebagainya di luar kekuasaan perusahaan tidak termasuk dalam hal ini, sehingga hal-hal tersebut diasumsikan tidak akan terjadi. Secara statistik ini merupakan batas atas dari sebaran peluangnya.
0 Response to "teknik menilai dan meninjau kembali program"
Post a Comment